Burangrang.com | Lebak – Masyarakat Adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di satu wilayah geografis tertentu. Masyarakat ini memiliki asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, dan hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup. Termasuk dengan sistem nilai yang menentukan pada pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum.
Kasepuhan Adat Cisitu yang berada di Banten Kidul merupakan satu dari ribuan masyarakat adat yang terdapat di Indonesia. Kasepuhan Adat Cisitu memiliki dua wilayah administratif, yaitu Desa Kujangsari dan Desa Situmulya. Kedua desa itu secara administratif berada di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Namun secara domisili, Kasepuhan Adat Cisitu terletak di Kampung Sukatani, Desa Situmulya, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Atau tepatnya secara geografis, letak domisili Kasepuhan Adat Cisitu berada pada koordinat 6⁰47’11,2″S – 106⁰25’59,7″S, di Barat Daya Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Kasepuhan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sejak tahun 1999 ini, merupakan keturunan anak Cucu Cadas Belang di wilayah Cisitu sekarang. Adapun nama para pemangku adat terdahulu masih tabu untuk disebutkan ke publik karena tidak mendapat restu dari pemangku adat untuk disampaikan.
Secara umum silsilah garis keturunan masyarakat adat di Cisitu adalah salah satu keturunan Guru Cucuk Pengutas Jalan, yang mempunyai fungsi sebagai kelompok pembuka jalan (tukang mawa obor). Guru artinya orang tua, Cucuk artinya runcing atau tajam, Pangutas artinya orang yang berhak atau berkewajiban memulai kegiatan atau perintis, sedangkan Jalan artinya jalan atau jalur yang akan dilalui.
Sehingga makna filosofis dari Kasepuhan Adat Cisitu Banten Kidul mempunyai peran sebagai orang tua yang memulai aktivitas, khususnya di wilayah Cisitu. Pada masa sekarang, peran Guru Cucuk ini diterjemahkan kedalam bentuk perijinan atau restu setiap akan memulai aktivitas pertanian dan acara ritual adat.
Terkait dengan kapan Guru Cucuk Pengutas Jalan itu mulanya berdiri. Menurut Girang Seurat atau Sekretaris Kasepuhan Adat Cisitu Banten Kidul, H. Yoyo Yohenda, Kasepuhan Adatnya yang merupakan turunan dari Guru Cucuk Pengutas Jalan telah ada di Indonesia sejak tahun 1621. “Hal ini bisa dibuktikan dengan salah satu kramat berupa makam yang dibatu nisannya tertulis wafat 1621”, ungkap H. Yoyo.
Bukti lainnya lagi bisa dinilai dari sejarah Seren Taun Cisitu atau upacara pesta panen. Dalam sejarah Kasepuhan Adat Cisitu tercatat bahwa Seren Taun pertama kali dilakukan pada tahun 1685. Hal ini membuktikan bahwa sejak tahun-tahun itu struktur adat di wilayah Cisitu sudah ada dalam pengelolaan wilayah dan warga adatnya.
Sekretaris Kasepuhan yang akrab di panggil Jaro Uta oleh warganya ini menambahkan, “Melalui keterangan di makam itu jelas bahwa kampung-kampung disini sudah ada dan berdiri sejak tahun 1621. Dikuatkan lagi dengan keberadaan benda-benda peninggalan dan pusaka yang tidak dapat kami publikasikan”.
Lebih lanjut Jaro Uta mengatakan tentang penggunaan bahasa pada penulisan kalimat yang tertera pada nisan tersebut. “Kebanyakan (disini) menulis di batu nisan itu kebanyakan menggunakan bahasa Arab Pegon. Bukan memakai bahasa sansekerta atau bahasa sunda atau bahasa lainnya”, jelas Jaro Uta.
Di usianya yang kini hampir genap 400 tahun, Kasepuhan Adat Cisitu Banten Kidul dapat dikatakan sangatlah tua. Sejak berdirinya pada tahun 1621, suatu masa ketika Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen membangun Kota Batavia pada 4 Maret 1621, hingga kini Kasepuhan Adat Cisitu Banten Kidul tetap konsisten dalam upayanya menjaga kearifan lokal yang dibuat leluhurnya.
Penulis/Editor: Djali Achmad