Burangrang.com | Jakarta – Bagi sebagian penggiat alam terbuka dapat menjejak di puncak gunung merupakan suatu keniscayaan yang tak terpisahkan. Terlebih ketika puncak yang dijejaki merupakan puncak gunung tertinggi di suatu wilayah, misalnya tertinggi di suatu pulau, di suatu provinsi, atau bahkan di suatu negara atau benua.
Pada kesempatan tahun lalu (2019), saya bersyukur dapat merasakan menjejak di puncak gunung tertinggi di Indonesia, Carstensz Pyramide di Papua. Puncak gunung yang merupakan puncak yang diidam-idamkan banyak penggila alam terbuka itu dapat saya jejaki atas dukungan keluarga dan teman-teman dekat, khususnya dukungan dari pemandu yang memiliki spesialis sebagai guide di Gunung Carstensz.
Khusus mendaki di Carstensz, sosok seorang pemandu merupakan sudah keharusan atau wajib hukumnya. Mengapa demikian, karena situasi, kondisi, dan banyak faktor lainnya mengharuskan demikian. Pada kesempatan itu saya berkesempatan di ‘kawal’ oleh seorang pemandu yang sudah malang-melintang di Gunung Carstensz.
Sosok pemandu yang dimaksud itu adalah Agus Saban, seorang guide kawakan yang sudah berlisency pemandu nasional di dunia pendakian Indonesia khususnya di Gunung Carstensz. Guide yang akrab di panggil Kang Saban ini merupakan jebolan Wanadri Angkatan Kabut Lembah, tahun 1999. Dalam kesehariannya Kang Saban cukup dikenal dilingkungan Wanadri maupun di lingkungan penggiat alam terbuka.
Dalam satu obrolan ringan di bandara Soeta, Jakarta, tahun lalu, ketika kami hendak terbang ke Timika untuk mendaki Gunung Casrtensz, Kang Saban mengatakan, “Pertama kali saya mendaki ke Carstensz saat senior saya, yaitu (Alm.) Kang Ogun, mengajak saya untuk satu kegiatan di Gunung Carstensz”, ucap Kang Saban.
Dengan penuh seksama saya dan seorang teman yang turut ke Gunung Carstensz, menyimak obrolan siang itu. Kang Saban mengungkapkan, “Pendakian perdana saya itu tahun 2010. Waktu itu (Alm.) Kang Ogun mengajak saya dan beberapa teman di Wanadri untuk membuat jalur baru dari sisi Selatan Casrtensz,” kenang Kang Saban.
Guide yang kini di daulat sebagai Ketua Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Provinsi Jawa Barat periode 2020-2023 ini, lalu menjawab pertanyaan saya yang belum terjawab sebelumnya. “Waduh gimana ya, sebenarnya saya tidak enak untuk menjawab yang itu khawatir kesannya gimana. Apalagi detailnya tidak saya hitung sudah berapa kali sampai di Puncak Carstensz,” tambah Kang Saban.
Dengan sedikit memaksa karena saya ‘berdalih’ bahwa ini untuk kepentingan informasi publik kedepannya akhirnya Kang Saban berkenan untuk menjawab meski mewanti-wanti untuk tidak terlalu membesar-besarkan. “Kalau pendakian sekarang ini (2019) InsyaAllah sampai puncak, ini yang ke- 24 bagi saya,” lugas Kang Saban.
Mendengar jawaban itu saya lumayan ‘shock’. Bagaimana tidak, ketika banyak pendaki lain berhasrat untuk dapat ‘bersilaturahmi’ sekali saja ke puncak gunung tertinggi negeri ini namun terkendala karena berbagai faktor, justeru Kang Saban sudah menorehkan jejaknya di puncak gunung yang pertama kali di daki oleh Heinrich Harrer itu sebanyak 24 kali.
Kepercayaan diri saya mendengar kelugasan Kang Saban untuk mampu memuncaki Carstensz semakin menggelora, sebab saya dikawal oleh seorang pemandu yang benar-benar kompeten dibidangnya, saya tidak salah pilih guide. Bahkan saya cukup bangga bisa berkesempatan mendaki bersama seorang pemuncak Carstensz 24 kali.
Jika dihitung dari 2010 hingga kini, Kang Saban mampu memandu pendaki yang ingin ke Gunung Carstensz dalam setahun bisa 2-3 kali. Namun saat pandemi Covid-19 melanda sejak awal tahun 2020 ini, untuk sementara kegiatan tersebut menunggu hingga pandemi ini mereda.
Selain memandu pendaki asal Indonesia, Kang Saban kerap mengawal pendaki-pendaki asing. Baik yang bermaksud untuk melengkapi pendakian seven summitsnya, –mengingat Carstensz merupakan satu dari tujuh puncak seven summits yang disasar pendaki dunia– maupun juga untuk kepentingan perusahaan atau organisasi si pendaki.
Pendaki-pendaki luar negeri yang tercatat pernah menggunakan jasa Kang Saban misalnya pendaki berkebangsaan Rusia sebanyak 2 kali, China 2 kali, hingga Norwegia 1 kali. Sedangkan pendaki-pendaki asal Indonesia umumnya berasal dari kampus atau mapala, individu, hingga lembaga pemerintah seperti TNI dan Polri, dan lainnya.
Pemandu yang juga tercatat sebagai guide pada satu perusahaan Indonesia Mountain Specialist (Imosa) ini, selain aktif sebagai pemandu profesional juga memiliki beberapa catatan ekspedisi lain khususnya dengan organisasinya di Wanadri. Misalnya, Ekspedisi Merintis Jalur Selatan Carstensz pada 2010.
Lalu Ekspedisi Merintis Pemanjatan Tebing Kelam di Kalimantan Barat, pada tahun 2010, dan Ekspedisi Pemanjatan Tebing Tondoyan di Kalimantan Timur, pada tahun 2012. Dan terakhir tercatat melakukan Ekspedisi Puncak Yamin Wanadri pada tahun 2018.
Penulis/Editor: Djali Achmad