Kisah perjalanan ini sudah lama berlalu. Sekitar 20 tahunan silam. Baru saat ini berkesempatan dicatat. Pastinya detail kronologis yang diingat sudah tidak 100%. Terlebih urusan dokumentasi, entah kemana film negatif itu. Setidaknya garis besar kisah ini masih terngiang; Mendaki Gunung Semeru Sendirian Guna Melatih Mental.
Sekitar sebulan sebelum pendakian, saya baru saja selesai mengikuti pendidikan. Pendidikan Dasar pada sebuah organisasi kegiatan alam terbuka. Pendidikan tersebut menghabiskan waktu selama satu bulan penuh. Diluar 2-3 minggu proses pra pendidikan, termasuk mengikuti tes masuk, dan persiapan pendidikan.
Selain baru selesai mengikuti pendidikan, tahun 1999 kala itu, fenomena reformasi masih sangat kental. Nuansa idealisme dibenak ini, turut mengental. Termasuk dalam berkegiatan, tekad menjadi sedikit ‘ekstrem’. Mendaki ke Semeru sendirian, menggebu! Bukan tidak ada teman untuk naik bareng, itulah tekad hasil berlatih.
Saat menyiapkan perlengkapan, tekad itu cukup berpengaruh. Ransel 65 liter yang biasa temani mendaki, digeser backpack 30 liter. Untuk bermalam, ponco sarungbag lebih favorit. Jaket tebal ditukar sweater. Pakaian hanya 3 set; yang bersih (salin), untuk dijalan (mendaki), untuk tidur. “Mental berlatih harus dijaga,” harapku.