Burangrang.com | Jakarta,- Konservasi hutan merupakan proyeksi visioner menghadapi masa depan. Bagi Indonesia, milenial merupakan bagian yang diperhatikan oleh pemangku kebijakan untuk dilibatkan dalam pengembangan dan pengelolaannya. Untuk itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan pendekatan yang mengedepankan keterbukaan informasi bagi masyarakat umum khususnya bagi milenial.
Pada zoom podcast bersama Chief in Editor Jurnal Desa, Djali Achmad; Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE), Ir. Wiratno, M.Sc, memberikan keterangan bahwa Direktoratnya memiliki tugas untuk mengelola kawasan konservasi seluas 27,14 Juta Ha. Dikelilingi oleh 6.747 desa, disekitarnya ada masyarakat hukum adat yang berada didalam kawasan konservasi. Desa – desa tersebut diperkirakan berpenduduk 9 Juta jiwa.
“Dalam pengelolaannya ada 54 Taman Nasional. Juga ada Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata Alam (TWA), Taman Hutan Raya (Tahura). Sebelumnya masa Dirjen KSDAE, hutan di jaga oleh Polisi Hutan dan masyarakat sekitar. Sementara pemanfaatan potensi hutan sangat besar dan luas. Segera setelah saya bertugas memulai kemitraan dengan masyarakat untuk kemudian dimanfaatkan secara bersama,” ujar Dirjen KSDAE, Ir. Wiratno, M.Sc.
Taman Nasional dikelola dengan sistem zonasi, ada zona inti yakni gunung, zona rimba yakni hutan belantara untuk pendakian dan ada zona pemanfaatan yang dapat digunakan untuk pariwisata. Diharapkan ada dukungan kemitraan dan kerja sama dari semua pihak terkait pengelolaan hutan konservasi untuk bersama menjaga aset bangsa.
Taman Nasional merupakan habitat satwa liar, seperti Gunung Leuser merupakan warisan dunia di Aceh dan Sumatera Utara; ada Badak Sumatera, ada Harimau Sumatera, ada Gajah Sumatera dan ada Orang Utan Sumatera. Pada prosesnya memang mengalami beragam problem dan sejak 2018, kita memulai project konservasi. Sejak adanya konservasi ini segalanya mudah diatur seperti penelitian perguruan tinggi atau akademis, observasi flora fauna, juga mengelola bagaimana masyarakat sekitar konservasi mendapatkan mata pencahariannya.
“Itulah sebabnya kita membentuk kemitraan dan kerja sama ini. Agar segenap unsur yang ingin mengeksplorasi hutan belantara mendapatkan pengelolaan terbaik dan kegiatannya dapat dengan mudah terlaksana. Beragam institusi ini dapat dengan mudah melakukan kegiatannya sebab pendataan atau database serta administrasi terkelola dengan baik. Juga masyarakat tak kehilangan mata pencahariannya, bahkan lebih maju,” ujar Dirjen KSDAE, Ir. Wiratno, M.Sc.
Ia mengutarakan,”Di Taman Nasional Konservasi terdapat juga satwa langka yang dilindungi. Diantaranya adalah Badak Ujung Kulon yang paling sulit ditemui, juga seperti di Taman Nasional Leuser kalau kita ingin menemukan Badak Sumatera juga bisa, masuk ke hutan belantara sekitar seminggu sudah dapat kita temukan satwa langka yang dilindungi tersebut. Memang ini merupakan kerja kolosal yang melibatkan beragam pihak, dan apabila milenial turut berperan dengan masuk hutan belantara, tentunya luar biasa,”pungkasnya.
Pewarta : LIN
Editor : DJ
Ulasan lebih lengkap ditayangan dengan link berikut :