Burangrang.com | Kalimantan – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan pemantauan udara kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas dan Melawi yang melintasi wilayah provinsi Kalimantan Barat, pada Selasa (9/11). Dari pemantauan udara tersebut, tim menemukan adanya kerusakan lingkungan maupun bentang alam yang masif di beberapa titik tak jauh dari bantaran sungai.
Kerusakan bentang alam tersebut diduga menjadi faktor yang membuat berkurangnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hingga kemudian memicu banjir besar di beberapa lokasi seperti Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sekadau di Kalimantan Barat, sejak satu bulan terakhir.
Presiden Joko Widodo mengatakan, kerusakan daerah tangkapan air di sepanjang kawasan aliran sungai telah terjadi cukup lama. Akibatnya, fungsi daerah resapan air menjadi berkurang signifikan sehingga ketika hujan turun, debit sungai meningkat dan meluap hingga membanjiri empat Kabupaten di Kalimantan Barat
Di samping itu, Presiden juga mengatakan bahwa segala aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan dan bentang alam yang ada di daerah itu harus dihentikan. Sebab, Presiden meyakini bahwa masalah utama penyebab bencana banjir di Kalimantan Barat bermula dari situ.
“Itu karena kerusakan daerah tangkapan hujan yang sudah berpuluh-puluh tahun. Ya itu yang harus kita hentikan karena masalahnya ada di situ,” ujar Presiden Joko Widodo, Selasa (16/11).
Sebagai upaya rehabilitasi dan pemulihan daerah tangkapan hujan di sekitar Sungai Kapuas, Presiden mengatakan bahwa pemerintah akan fokus melakukan perbaikan lingkungan di daerah itu dan dimulai tahun depan. Presiden menginginkan agar daerah tangkapan hujan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
“Sehingga ada penghijauan kembali di daerah-daerah hulu, di daerah-daerah tangkapan hujan. Kita perbaiki karena memang kerusakannya ada di situ,” kata Presiden Joko Widodo.
Dalam kunjungan kerja peninjauan banjir di Kabupaten Sintang, Selasa (9/11), Kepala BNPB Letjen TNI Ganip Warsito mengatakan bahwa bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor seharusnya dapat dicegah dengan berbagai upaya.
Upaya tersebut menurut Ganip adalah dengan tata kelola lingkungan yang baik sebagaimana fungsinya dan diimbangi dengan perilaku masyarakat untuk lebih peduli dan memahami tentang pemanfaatan alam yang berkelanjutan untuk kehidupan di masa depan.
“Kalau kita melihat dan mengevaluasi itu, maka bencana hidrometeorologi sebenarnya bencana yang bisa kita cegah. Dengan apa? dengan penggunaan ruang hidup yang benar, kemudian perilaku masyarakat kita yang memahami tentang penggunaan alam dan seisinya itu untuk kehidupannya,” jelas Ganip.
Sebelumnya, BNPB juga telah mengingatkan para pemangku kebijakan di daerah agar meningkatkan kesiapsiagaan dan mengambil upaya mitigasi bencana terkait adanya informasi peringatan dini dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan bahwa fenomena La Nina akan melanda wilayah Indonesia hingga Februari 2022.
Fenomena La Nina menurut BMKG dapat memicu terjadinya peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan dari 20 persen hingga 70 persen.
“BNPB sejak dari awal telah mengingatkan para BPBD untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana hidrometeorologi basah dengan mitigasi, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Kita harus siaga terus,” pungkas Ganip.
Pewarta: Feb
Editor: And