Burangrang.com | Banda Aceh – Museum Kapal PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Apung di Desa Punge, Blancut, Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), menjadi potensi wisata edukasi yang sangat menarik, Kapal PLTD Apung sendiri merupakan salah satu saksi bisu bagaimana dahsyatnya peristiwa tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 silam.
Menparekraf mengapresiasi pemerintah daerah yang menghadirkan wisata berbasis edukasi di Museum Kapal PLTD Apung. Dimana wisata edukasi ini sangat penting untuk membangun pemahaman bagi para pelajar mengenai sebuah peristiwa atau bencana alam dan bagaimana langkah mitigasinya.
“Alhamdulillah hari ini saya bisa meninjau langsung Museum PLTD Apung, yang terakhir saya kunjungi pada Maret 2005. Dan pada saat itu baru saja terjadi tsunami dan sekarang setelah lebih dari 17 tahun sudah terbentuk museum. Untuk itu, saya sangat mengapresiasi Pak Walikota, Pak Kadispar, karena dapat menghadirkan wisata edukasi di sini,” ujar Menparekraf Sandiaga.
Turut mendampingi Menparekraf, Walikota Banda Aceh, Aminullah Usman; Wakil Walikota Banda Aceh, Zainal Arifin; Kadispar Kota Banda Aceh, Iskandar; dan Kepala Desa Gampong, Armaya Surya.
Kapal PLTD Apung sendiri merupakan salah satu saksi bisu bagaimana dahsyatnya peristiwa tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004. Sebelumnya kapal ini diketahui sedang berada di Pelabuhan Ulee lheue, Banda Aceh. Namun, setelah gelombang tsunami dengan ketinggian sembilan meter menghantam, kapal PLTD yang memiliki panjang 63 meter dan berat 2.600 ton itupun terseret hingga lima kilometer ke pusat kota Banda Aceh.
Berangkat dari cerita tersebut akhirnya kapal PLTD Apung dijadikan sebagai museum oleh pemerintah.
Saat memasuki kawasan Kapal PLTD Apung, pengunjung langsung disuguhi pemandangan sebuah monumen tsunami yang cukup besar. Monumen tsunami ini mampu memberikan kesan magis tersendiri bagi para pengunjung yang melihatnya.
Di bagian atas monumen terdapat jam bundar yang menunjukkan waktu dan tanggal pada saat terjadinya bencana tsunami, yakni pada 26 Desember 2004, pukul 07:55 WIB. Lalu, di bagian bawah prasasti berisikan nama-nama korban jiwa di lima dusun. Diantaranya Dusun Tuan Balik Ayei (171 jiwa), Dusun Tuan Dipakeh (212 jiwa), Dusun Tuan Dikandang (350 jiwa), Dusun Lampih Lubhook (276 jiwa), dan Dusun Krueng Doy (68 jiwa). Sementara, di bagian belakang monumen terdapat relief yang menggambarkan bagaimana kapal PLTD Apung ini bisa terdampar.
Di sekitar kawasan kapal PLTD, juga terdapat bangunan rumah yang hancur akibat dihantam tsunami. Kapal ini dikelilingi oleh jembatan yang sudah tua sehingga butuh perbaikan. Untuk kondisi kapalnya sendiri masih utuh, pengunjung dapat melihat ada jangkar yang tergeletak di dek paling bawah, kemudian kabel-kabel yang putus. Selain itu, pengunjung bisa melihat Kota Banda Aceh dari bagian atas kapal. Untuk di bagian dalam kapal terdapat informasi mengenai sejarah PLTD Apung, hingga simulasi kapal ini bisa sampai ke pusat kota Banda Aceh.
Oleh karena itu, Menparekraf berencana untuk membuat suatu event secara hybrid pada 26 Desember 2021, dengan mengundang pihak Rinkai Disaster Prevention Park, Jepang, agar bisa berdiskusi, bertukar gagasan untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Museum Kapal PLTD Apung. Menparekraf juga turut mengajak generasi milenial untuk berpartisipasi dalam membuat kegiatan yang dapat mendatangkan manfaat bagi museum ini.
“Hal ini tentunya membuka peluang kita untuk memperbaharui fasilitas di sini, seperti jembatan yang mengitari kapal yang sudah mulai dimakan usia, lalu air mancur, dan juga fasilitas pendukung lainnya,” katanya
“Tahun depan kami juga akan mengajukan Indonesia sebagai tuan rumah dari konferensi besar tentang kebencanaan. Nanti mungkin salah satu side eventnya adalah mengunjungi Museum PLTD Apung,” lanjut Menparekraf.
Usai meninjau Museum Kapal PLTD Apung, Menparekraf menyempatkan untuk berkunjung ke pusat oleh-oleh khas Aceh, yang berada di Pusaka Souvenir, Kota Banda Aceh. Ia memborong berbagai macam buah tangan untuk keluarga dan kerabatnya, seperti Lontong Paris, Kue Bhoi Khas Aceh, Kopi Gayo Aceh, Dodol, Peci Meukeutop, hingga tas backpack.
“Hari ini kita di Toko Pusako menjadi ‘rojali’ yaitu rombongan yang jadi beli, bukan ‘rohali’ rombongan hanya lihat-lihat. Karena pandemi, penurunan kunjungan wisatawan asing terutama dari Malaysia ini turun, lebih dari 70 persen turunnya. Oleh karena itu, kita mendorong wisatawan domestik untuk bisa mengambil peran dan juga bersiap-siap untuk dibukanya kembali Aceh untuk kunjungan wisatawan asing dari Malaysia salah satunya. Tapi butuh kepatuhan kita terhadap protokol kesehatan,” jelasnya pada halaman website resmi Kemanparekraf.
Pewarta: Nish
Editor: And