Carstensz Pyramid. Demikian gunung tertinggi di Indonesia sekaligus tertinggi di benua Austronesia ini dikenal di lingkungan pendaki lokal maupun dunia. Gunung Carstensz yang secara administratif berada di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, menorehkan puncaknya pada ketinggian 4.884 Meter diatas permukaan laut (Mdpl). Ketinggian Carstensz tersebut 1.000 meter relatif lebih pendek dibandingkan Gunung Hkakabo Razi di Myanmar yang ketinggiannya mencapai 5.881 Mdpl, yang sekaligus menjadikannya sebagai gunung tertinggi di Asia Tenggara.
Carstensz Pyramid atau juga dikenal dengan nama Puncak Jaya merupakan 1 dari 4 puncak gunung yang berada di Pegunungan Barisan Sudirman. Ketiga puncak tetangga Carstensz Pyramid lainnya antara lain; Puncak Carstensz Timur yang memiliki ketinggian 4.876 Mdpl, Puncak Soemantri yang memiliki ketinggian 4.870 Mdpl, dan Puncak Soekarno yang tingginya 4.862 Mdpl.
Dikawasan keempat puncak ini terdapat dua basecamp strategis yang berfungsi sebagai tempat transit maupun tempat aklimatisasi bagi para pendaki sebelum melakukan summit. Aklimatisasi atau penyesuaian kondisi suhu dan tekanan tubuh pendaki terhadap suhu dan iklim lingkungan sekitar, umumnya dilakukan pendaki selama 1-2 hari dengan melakukan trekking di area basecamp.
Basecamp pertama dikenal dengan nama Basecamp Danau-danau. Basecamp ini letaknya persis di kaki Puncak Soekarno dan Puncak Soemantri. Ciri khas dari basecamp ini sesuai dengan namanya, lebih dari 12 danau-danau kecil tampak memenuhi area basecamp. Ciri lainnya, terdapat objek yang dikenal dengan sebutan Zebra Wall. Disebut demikian karena sepintas dari jauh terdapat satu tebing yang memiliki corak warna seperti hewan Zebra.
Basecamp kedua dikenal dengan nama Lembah Kuning. Basecamp Lembah Kuning letaknya persis di kaki Puncak Carstensz Pyramid dan Puncak Carstensz Timur. Banyak foto-foto yang beredar mengenai panorama Carstensz diambil dari basecamp Lembah Kuning, tepatnya ketika kita mulai memasuki area Lembah Kuning. Meski demikian panorama tersebut belum sepenuhnya memuat Puncak Carstensz yang sebenarnya, sebab keberadaannya masih berada dibalik puncak tebing utama.
Keberadaan kedua basecamp tersebut dipisahkan oleh satu punggungan yang disalah satu jalurnya terdapat titik persimpangan yang memisahkan jalur menuju Puncak Carstensz Pyramid, Puncak Carstensz Timur, Puncak Soemantri, dan Puncak Soekarno. Punggungan yang memanjang kurang lebih 4.500 meter itu dikenal dengan nama Punggungan Tengah.
Jarak tempuh antara basecamp Danau-danau dengan basecamp Lembah Kuning kurang lebih 1 jam. Jika summit ke Carstensz dimulai dari basecamp Lembah Kuning pastinya akan lebih cepat 1 jam dibandingkan dari basecamp Danau-danau. Begitupun sebaliknya, jika ingin summit ke Puncak Soekarno dan Puncak Soemantri pastinya akan lebih cepat 1 jam jika membangun camp di Lembah Danau-danau.
Waktu tempuh summit ke Puncak Carstensz dari Lembah Kuning kurang lebih 6-7 jam. Umumnya ditempuh pada waktu dini hari, sekitar jam 02.00 atau 03.00 waktu setempat, sehingga diperkirakan akan summit sekitar pukul 09.00 atau 10.00. Jika memulai summit nya dari Lembah Danau-danau maka waktu tempuh yang diperlukan 1 jam harus lebih awal dari camp Lembah Kuning. Sedangkan suhu di basecamp Lembah Kuning saat memulai summit Carstensz diperkirakan -5 s/d 00C.
Sangat tidak direkomendasikan tiba di Puncak Carstensz lebih dari jam 11.00 atau selambatnya pukul 12.00 waktu setempat, dikhawatirkan kondisi cuaca akan sangat tidak bersahabat alias badai atau derasnya intensitas hujan es sehingga menghambat pergerakan pasca summit atau turun kembali ke camp. Hal ini mengingat terdapatnya pendaki yang meninggal di Gunung Carstensz terjadi saat menuruni Puncak Carstensz.
Medan lintasan setelah trekking dari basecamp Lembah Kuning menuju Puncak Carstensz umumnya berupa tebing, namun tidak sepenuhnya kemiringan tebing Gunung Carstensz hingga 900. Hanya terdapat di 100 meter terakhir sebelum puncak kemiringan 900 baru dapat dijumpai. Selebihnya kemiringan medan lintasan yang jumpai cukup bervariasi, bahkan terdapat dua dataran yang dapat digunakan untuk istirahat sejenak yaitu Teras Kecil dan Teras Besar.
Ketinggian Puncak Carstensz dari basecamp Lembah Kuning diperkirakan sekitar 700an meter. Meski demikian karena bervariasinya medan lintasan yang jumpai maka teknik climbing, scrambling, SRT atau ascending, hingga discending atau rappeling, mutlak harus dimiliki Pemuncak Carstensz. Untuk itu sangat diwajibkan bagi pendaki yang ingin muncak Carstensz untuk berlatih kembali teknik dasar pendakian tebing atau rock climbing.
Kurang lebih setelah 200 meter pertama di jalur pemanjatan, tali-tali karmantel akan banyak dijumpai sebagai tali safety bagi pemuncak Carstensz. Artinya sepanjang pemanjatan menuju puncak Carstensz, pemuncak akan selalu terkait oleh tali-tali safety tersebut. Pemuncak harus mampu atau mengetahui teknik berpindah dari satu tali safety ke tali safety lainnya atau SRT (Single Rope Technique).
Hal itu juga memastikan bahwa pemuncak Carstensz sejak dari basecamp Lembah Kuning harus sudah dilengkapi dengan Seat Harness atau tali pengaman diri yang terpasang di tubuh yang akan dikaitkan di tali safety di sepanjang pemanjatan. Selain seat harness, peralatan wajib lainnya yang diperlukan pemuncak Carstensz adalah karabiner, ascender, descender, cows tail, helmet, sarung tangan, hingga raincoat. Jas hujan atau raincoat diperlukan mengingat hujan es yang kerap terjadi di jelang dan saat di Puncak Carstensz.
Carstensz Pyramid yang merupakan satu dari gunung seven summits dunia dikenal memiliki tingkat kesulitan yang cukup bervariasi. Dari tingkat kesulitan berupa teknik pemanjatan, cuaca, biaya ekspedisi, perizinan, hingga keamanan. Namun yang menarik disini adalah tingkat kesulitan dalam hal teknik pendakian atau pemanjatan. Seperti ulasan diatas secara umum medan lintasan Puncak Carstensz ditempuh dengan teknik climbing, suatu situasi yang tidak dijumpai pada gunung seven summit lainnya.
Teknik lainnya adalah saat melakukan penyeberangan dari satu lintasan tebing ke lintasan tebing lain dengan menggunakan teknik tyrolean. Walaupun panjang lintasan penyeberangan yang harus dilalui tidak sampai 20 meter, namun lembahan atau jurang yang dilintasi dibawahnya memiliki kedalaman lebih dari 30 meter. Teknik tyrolean terbilang cukup ekstrem, namun pada perkembangannya teknik ini diperbaharui dengan dibangunnya jembatan atau titian yang menggunakan sling baja.
Terakhir diinformasikan oleh seorang pemandu Gunung Carstensz bahwa lintasan tersebut rencana akan dikembalikan seperti semula dengan menggunakan teknik tyrolean, tidak lagi menggunakan jembatan baja. Hal itu dimaksudkan agar tingkat kesulitan Gunung Carstensz tetap memiliki standar teknik pemanjatan tertentu.
Penulis/Editor: Djali Achmad