Di satu waktu Pak Adjat datang ke aula untuk memastikan lampu yang ada di aula masih manteng hidup tidak putus-putus. Mengingat listrik yang ada di Pos Taman Nasional masih terbatas. Kehadiran pak Adjat saya pergunakan untuk memastikan lokasi titik Pos Taman Nasional. Mengingat peta yang kami gunakan saat itu masih keluaran AMS belum digital yang keterangannya lebih lengkap seperti sekarang.
Setelah berhasil menemukan titik awal berupa titik ekstrem yang kami tempati, yaitu Pos Taman Nasional, diskusi menentukan jalur lintasan operasi esok hari kami sudahi. Tapi ada satu yang menarik dari jalur lintasan yang kami buat. Setelah saya perhatikan rupabumi salah satu area di Ujung Kulon terdapat daratan yang mengecil atau berhimpit antara satu garis pantai di utara dengan satu lagi di selatan.
Kalau para pembaca melihat Ujung Kulon di peta sepintas bisa dilihat, terdapat area yang bentuknya menyerupai leher. Sama seperti di timur pulau Jawa bagian selatan yang kita kenal dengan nama Taman Nasional Alas Purwo. Kalau Alas Purwo panjang lebar yang menghimpit itu kurang lebih 9 Km, sedangkan Ujung Kulon nilai terkecilnya hanya 1,5 Km.
Menyadari hal itu saya menjadi penasaran ingin cepat-cepat bertemu sang mentari esok hari. “Kira-kira berapa lama waktu yang diperlukan untuk dapat menempuh daratan terpendek di pulau Jawa ini?” gumamku. Dengan panjang lintasan hanya 1,5 Km dan tidak berkontur alias medannya datar, tentu hal itu akan menjadi momen yang bersejarah.
Waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Setelah semua dirasa siap termasuk sarapan dan foto bersama di depan Pos Taman Nasional, tentunya dengan Pak Adjat disisi kami, pukul 07.30 WUK alias Waktu Ujung Kulon, kami pacu hari pertama operasi itu dengan penuh semangat. Cerita Pak Adjat tadi malam tentang Banteng dan Badak Ujung Kulon, sudah pasti terngiang di ranah sadar para anggota tim. Namun ada satu yang anggota tim belum mengetahui yaitu tentang daratan terpendek di Pulau Jawa.
Pada koordinat yang saya tunggu-tunggu akhirnya lintasan itu kami jumpai, tepatnya setelah menyeberangi sungai. Karena memang titik ekstrem sungai itu kami jadikan patokan saat orientasi medan. Sudut kompas pada lintasan titik ekstrem itu juga kami buat tepat 900. Di awal-awal lintasan kami bergerak dari timur ke barat, saat di koordinat itu sudut kompas langsung kami arahkan ke selatan (900), menuju lintasan terpendek itu.
Saat menyusuri lintasan terpendek itu situasinya biasa saja, sama dengan lintasan-lintasan sebelumnya. Banyak dipenuhi pohon-pohon yang tingginya 10 meter dan semak belukar tidak terlalu lebat sehingga pandangan cukup terbuka. Baru saja 10 menit kami menyusuri sudut 900 namun suara deburan ombak dan angin laut di hadapan kami mulai terdengar.
Seorang anggota tim bertanya keheranan, sebab kita baru saja melewati suasana pantai tapi tiba-tiba dihadapan langkah yang kita tuju terdengar suara suasana pantai lagi. “Jangan-jangan kita nyasar nih, cuma muter-muter terus kembali ke tempat awal,” tanya Didi kepadaku yang juga mengambil jurusan Hubungan Internasional di Universitas Budi Luhur.
“Tenang aja sudut kompas sudah dikunci dan dia ‘bilang’ kita terus aja,” jawabku sambil tersenyum karena para anggota tim belum menyadari bahwa sebentar lagi kita akan berjumpa pantai lainnya dari dua lautan yang berbeda. 15 menit kami trekking akhirnya tiba di pantai yang satunya, pantai yang menyatu dengan Samudera Hindia atau Laut Jawa.
Setelah mendapat lokasi istirahat untuk sekedar memasak air membuat kopi, saya sampaikan tentang medan lintasan yang baru saja dilewati. Sambil membuka peta lalu saya katakan, “15 menit barusan kita baru saja melewati satu daratan terpendek di Pulau Jawa. Yang mana satu garis pantai berada di utara yaitu pantai yang tadi pagi kita lewati dan satu garis lainnya berada di selatan, yaitu pantai ini,” jelasku.
Mendengar ulasan singkat itu anggota tim akhirnya menyadari bahwa lintasan tadi adalah momen yang luar biasa. “Kalau dilihat begitu, kalau dipikir-pikir lagi cekungan daratan Ujung Kulon ini mirip dengan daratan Pulau Papua yang dibagian atasnya, yang bagian lehernya itu loh. Tapi Ujung Kulon versi mininya, heheee,” canda Jhon sambil menyeruput kopi yang merupakan anggota tim termuda.
Hanya di Ujung Kulon, Trekking dari Utara Jawa Hingga Selatan 15 Menit (Bag. 1)
Penulis/Editor: Djali Achmad
(Suatu momen dalam satu catatan perjalanan, pada tahun 2001)