Penggiat alam (selanjutnya disebut PA) banyak melakukan perjalanan atau ekspedisi ke gunung-gunung, sungai, gua, laut, pantai, kutub, pulau-pulau terpencil dan sebagainya. Perlukah mereka mempublikasikan kegiatan mereka kepada masyarakat?
PA dan kebutuhan berkomunikasi
Di Indonesia, jumlah periodikal yang mengkhususkan diri pada Kegiatan Alam Bebas (KAB) sangat terbatas. Demikian juga jumlah rubrik khusus KAB di koran atau majalah. Di sisi lain, para penggiat alam Indonesia merasa perlu mengkomunikasikan misi dan kegiatan mereka melalui media massa.
Terlebih kalau dilihat bahwa yang lebih bergaung sekarang adalah acara-acara petualangan di televisi, kebanyakan corak produksinya lebih di orientasikan pada pengejaran rating, sehinga tidak selalu mencontohkan cara beraktifitas di alam yang benar (BW/37/2006). Karena PA juga perlu berbagi pesona alam bebas serta memberikan pembelajaran teknik berkegiatan yang benar, maka mereka sendiri sebaiknya membekali diri dengan kemampuan membuat tulisan jurnalistik.
Semangat berbagi ini sudah ada sejak Bapak Kepanduan Lord Baden-Powell -yang banyak mengilhami lahirnya keluarga PA di Indonesia- merasakan manfaat berkegiatan di alam India, Afrika dan Canada. “Why should not the boys at home get some taste of it too?” (Baden-Powell 1932). Meskipun seorang PA sudah membuat laporan resmi yang lengkap, tulisan jurnalistik tetap diperlukan sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap publik.
KAB sebagai Berita
Apakah KAB berita yang layak mendapat tempat di media? Bidang yang layak mendominasi pemberitaan tentu yang berkaitan dengan kekuasaan. Politik, ekonomi dan bisnis memiliki kekuasaan besar dalam segala aspek kehidupan kita. Kesenian dan olahraga lebih dipandang kegiatan selingan, berklarifikasi sekunder.
Apakah berita KAB dapat keluar dari posisi marjinal, ini sangat bergantung pada sifat, corak dan nilai intristik kegiatan itu sendiri. Sains. Dr.Robert D.Ballard dari Institute of Exploation in Mystic Connecticut menyatakan bahwa sains memberikan legitimasi yang sangat kuat kepada kegiatan penjelajahan alam dan bahwa “the spirit of exploration is an integral part of being human” (National Geographic, Feb 1998). Melakukan kegiatan alam bebas dalam kerangka sains sangat mengangkat prestis kegiatan itu sendiri, daripada dilakukan untuk sekedar memuasakan ego pelakunya.
Eksplorasi. Pada saat ini, para eksplorer dunia hanya menyisakan sedikit daerah baru yang belum dijelajahi seperti dasar laut, perut bumi dan ruang angkasa. Indonesia memiliki permasalahan khas; ribuan pulau, ratusan gunung, sunga, tebing dan gua. Sebagian memang sudah terjelajahi, tetapi belum terdokumentasi secara baik, belum ditampilkan dalam media massa, apalagi dalam bentuk buku panduan perjalanan. Sementara objek sejenis di mancanegara sudah mencolok di munculkan dalam majalah wisata petualangan dunia.
Kemanusiaan. Demikian juga KAB yang dilakukan dalam kerangka kemanusiaan, semisal rescue spektakuler korban-korban kecelekaan di alam atau bencana alam.
Bisnis. Kegiatan yang mempunyai skala bisnis cukup berarti dan mampu menciptakan lapangan kerja yang berarti bagi perkekonomian desa setempat, sangat layak untuk ditampilkan dalam feature.
Gaya hidup. Sebagai bagian dari gaya hidup sehat (Healthy lifestyle), KAB patut di ketengahkan karena dapat dilakukan oleh semua orang yang berusia satu digit atau sembilan puluhan.
Sensasi. KAB yang sensaional dalam pandangan masyarakat (meskipun belum tentu halnya) tentu akan menarik perhatian publik. Contoh: seandainya ada ekspedisi solo wanita Indonesia berusia 50 tahun ke Everest.
Di sisi lain media diperlukan oleh komunitas PA sendiri, terutama dalam penyebaran standar etika, yang keberadaannya di Indonesia tertinggal jauh dari dunia Internasional dewasa ini (BW/36/2006). Media cetak dan terlebih lagi media elektronik tidak diperhitungkan akan memberikan demonstration effect yang berarti bagi audiensnya.
Penggiat Alam dan Jurnalisme Part (2)
Penulis: Teo Tri Prasetyana
Editor: Djali Achmad